14 April 2012
Namanya da’i tak ubahnya juga guru yang nota bene bisa digugu dan ditiru. Da’i yang baik harus memiliki sifat jujur, dapat dipercaya, cerdas dan dapat menyampaikan visi dan misinya selaku da’i.
Da’i di mata masyarakat merupakan
panutan dalam hal keagamaan. Oleh masyarakat para da’i itu panggilannya
beda-beda ada yang memanggil dengan sebutan ustadz, kyai, ajengan, buya
dll.
Da’i merupakan pemuka agama yang
tentunya harus dapat diteladani oleh jamaahnya. Baik yang menyangkut
tutur katanya, tingkah lakunya/perbuatannya/tindakannya dalam
kesehariannya dalam berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Berikut ini saya turunkan tulisan
berdasarkan pengamatan saya tentang beberapa hal yang tidak patut tetapi
dilakukan oleh da’i. Semoga ini dapat bermanfaat. Hal yang tidak patut
menurut saya yaitu:
Klepas-Klepus
Da’i yang klepas-klepus ini artinya da’i
yang model ini tidak bisa memikirkan diri sendiri apalagi memikirkan
orang lain. Belum mengindahkan tentang bahayanya. Dengan sangat jelas
bahwa merokok dapat….. dan….
Minum, makan dengan tangan kiri
Makan dan minum yang diajarkan oleh
Islam adalah dengan menggunakan tangan kanan bukan dengan tangan kiri.
Dalam hadits dikatakan
« مَنْ أَكَلَ بِشِمَالِهِ أَكَلَ مَعَهُ الشَّيْطَانُ وَمَنْ شَرِبَ بِشِمَالِهِ شَرِبَ مَعَهُ الشَّيْطَانُ ». (أحمد عن عائشة)
“Barang siapa makan dengan tangan
kirinya, maka setan ikut makan bersamanya dan barang siapa minum dengan
tangan kirinya maka setan juga ikut minum bersamanya”. (HR Ahmad dari Aisyah)
Saya sering mendapati da’i yang makan
dan minum menggunakan tangan kirinya, padahal tangan kanannya normal,
baik di depan banyak jamaah maupun di belakang jamaah.
Mengejar Isi Amplop
Biasanya yang namanya da’i itu ya
simatupang (siang malam tunggu panggilan) diundang oleh masyarakat untuk
berceramah, kadang sehari dapat undangan lebih dari satu. Ya, sehari
diundang lebih dari satu tempat tidak masalah, yang menjadi masalah
adalah apabila sudah menyetujui undangan di tempat A tetapi pada hari
dan jam yang bersamaan ada panggilan/undangan untuk ceramah di tempat B
dan kebetulan di tempat B itu kakap maka di tempat yang A dibatalkan
karena teri.
Marah-marah
Apabila masyarakat di lingkungan wilayah
ada yang mengadakan acara dan mengundang penceramah dari luar wilayah,
maka da’i yang ada di wilayah itu marah-marah karena bukan dia yang
diundang dan diminta untuk berceramah.
Yang penting laris
Ada isinya atau tidak, tidak menjadi
soal, yang penting menuruti permintaan pengundang, dan pendengar merasa
puas dengan guyonannya/ gocekannya/ lawakannya.
Jarkoni
Gembar-gembor di mimbar hanya sebatas di
bibir saja tetapi yang bersangkutan dalam kesehariannya tidak
melakukannya. Makanya Jarkoni (Wani ngajar tapi ora ngelakoni)
artinya mengajarkan sesuatu tetapi dia sendiri tidak menjalaninya. Hal
ini dikatakan dalam Al Qur’an Kaburo maqan ‘indallahi an taqulu maalaa
taf’alun.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2)
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
[الصف/2، 3]
Wahai orang-orang yang beriman,
kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan. (QS As-Shaff/61: 2-3).
Menjelek-jelekkan da’i lain
Da’i yang baik, yang lurus, yang tidak
materialistis dan tidak neko-neko yang sesuai dengan Al Qur’an dan
As-Sunnah malah jadi sasaran dan di jelek-jelekkan di khalayak/di mimbar
di majlis/ dipengajian, dihujat habis-habisan bahkan ada yang dikeroyok
dan diperkarakan. Seolah-olah yang menjelek-jelekkan ini yang paling
benar dan paling berhak untuk masuk surga padahal dalam perilaku dalam
keagamaan saja masih jauh dari Islam bahkan malah menyimpang.
Mengajarkan tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Al Hadits
Dalam ceramahnya banyak yang tidak
sesuai dengan Al Qur’an dan Al Hadits atau berpedoman kepada Al Qur’an
dan Al Hadits tetapi dalam penafsirannya seenak udelnya sendiri.
Sehingga jamaahnya melakukan ibadah yang sumbernya bukan dari pedoman
yang shohih dan pedoman yang dapat dipertanggungjawabkan.
Begitulah catatanku mengenai sebagian
perilaku da’i yang tidak layak dipercaya dan diteladani. Jika hal ini
terus menerus dibiarkan, mau jadi apa umat ini? Semoga saja hal ini MUI
(Majlis Ulama Indonesia) memperhatikan dan menindaklanjutinya. (Joko
Winarto – Guru dan Penulis Buku Agama Islam untuk Sekolah di Indonesia).
Artikel: Nahimunkar.com publish kembali oleh Moslemsunnah.Wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar