Rabu, 10 Agustus 2011

Hukum Ceramah Sebelum atau Setelah 4 Rakaat Shalat Tarawih?


Oleh: Syaikh Muhammad Sholeh Al-Munajjid
Pertanyaan:
Apa hukum syariat tentang pengajian yang diadakan setelah empat rakaat dalam shalat Tarawih?
Jawaban:
Alhamdulillah.
Pengajian yang disampaikan oleh sebagian para imam dan para pemberi nasehat di antara shalat Taraweh tidak mengapa Insya Allah. Namun lebih bagus jika tidak terus menerus, khawatir orang-orang berkeyakinan hal itu adalah bagian dari shalat, juga khawatir mereka berkeyakinan hal itu wajib, sehingga mereka mengingkari orang yang tidak melakukannya.

Ebook Panduan Ramadhan | Risalah Puasa Bagi Kaum Muslimin




Sesungguhnya Allah telah memberikan karunia kepada segenap hamba-Nya berupa musim-musim yang penuh dengan kebajikan; pada musim-musim itu kebajikan dilipat gandakan, dosa-dosa dihapus dan derajat (di sisi-Nya) ditinggikan. Jiwa kaum beriman serentak menghadap kepada Tuhannya. Maka beruntunglah orang yang mensucikannya dan sia-sialah orang yang menodainya. Dan sesungguhnya Allah menciptakan manusia hanya agar mereka semata-mata beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya,

وَمَا خَلَقْتُ الجن والإنس إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat: 56).
Di antara sekian ibadah yang sangat mulia yang telah Dia wajibkan terhadap hamba-hamba-Nya adalah shaum (puasa). Allah telah berfirman,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصيام كَمَا كُتِبَ عَلَى الذين مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون

“Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Ebook | Meraih Surga Bulan Ramadhan (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin)



Berkata Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah, ” Seiring dengan akan tibanya bulan suci Ramadhan yang penuh barakah, maka kami akan menyajikan kepada saudara-saudara kami kaum muslimin pasal-pasal penting yang berkaitan dengan bulan Ramadhan, seraya memohon kepada Allah agar menjadikan amalan kami ikhlas karena-Nya, sesuai dengan syari`at-Nya, bermanfaat bagi makhluk-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Dermawan lagi Maha mulia.
Pasal-pasal tersebut adalah:
♥ Pasal pertama : Hukum puasa.
♥ Pasal kedua : Hikmah dan faidah puasa.
♥ Pasal ketiga : Hukum berpuasa bagi orang sakit dan musafir.
♥ Pasal keempat : Hal-hal yang merusak ibadah puasa.
♥ Pasal kelima : Shalat Tarawih.
♥ Pasal keenam : Zakat dan faidah-faidahnya.
♥ Pasal ketujuh : Golongan yang berhak menerima zakat.
♥ Pasal kedelapan : Zakat fitrah.
Judul asli :
FUSHUL FI SHIYAM
Penulis:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Edisi Indonesia:
MERAIH SURGA BULAN RAMADHAN
Penerjemah:
Team I’dad Du’at Ponpes Al-Ukhuwah
Editor:
Ustadz Abu Sulaiman Aris Sugiantoro
Penerbit: PUSTAKA AL-MINHAJ. Alamat : Ponpes Al-Ukhuwah Joho, Sukoharjo, Solo – Jawa Tengah 57513. Cp: 0852 9315 5252
Silahkan download ebook pada link berikut:
Ebook lainnya:

Download Khutbah Jum’at: Ramadhan Bulan Pengampunan (Ustadz Firanda Andirja, MA) (Jum’at, 05 Agustus 2011)



Alhamdulillah, berikut kami hadirkan rekaman khutbah jum’at yang diselenggarakan di Masjid Al-Barkah Cileungsi, Bogor hari ini Jum’at, 05 Agustus 2011. dengan khotib Ustadz Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja, MA.
Tema khutbah yang disampaikan ” Ramadhan Bulan Pengampunan “.
Semoga nesehat yang disampaikan beliau bermanfaat untuk kaum muslimin.
Silahkan download pada link berikut:
Atau download dalam format mp3.zip Disini
~ Asy-Syafi’iyyah Singapore untuk Moslemsunnah.Wordpress.com ~

Download Audio: Panduan Praktis Zakat (Ustadz Kholid Syamhudi, Lc) ( Daurah Ramadhan 1432 H, Sukoharjo)



Zakat berarti “tumbuh dan bertambah”. juga bisa berarti berkah, bersih, suci, subur dan berkembang maju.
Penunaian kewajiban pada harta yang khusus, dalam bentuk yang khusus, dan disyaratkan ketika dikeluarkan telah memenuhi haul (masa satu tahun) dan nishob (ukuran minimal dikenai kewajiban zakat). Zakat pun kadang dimaksudkan untuk harta yang dikeluarkan.
Nishab adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat

Ebook | Kumpulan Tanya Jawab Seputar Ramadhan (Jilid 1)


Berikut kami hadirkan untuk Anda Ebook seputar Ramadhan. Ebook ini berisi kumpulan tanya jawab seputar Ramadhan yang insya Allah memudahkan Anda untuk mempelajari dan mengkajinya.
Download gratis Ebook pada link berikut:
Sumber: Konsultasisyariah.com
Ebook lainnya:

Download Audio: Hukum Seputar Sholat Tarawih (Ustadz Abu Sulaiman Aris Sugiyantoro) (Sukoharjo, 07 Agustus 2011)


Abdurrahman bin Abdul Qariy berkata :
“Suatu malam di bulan Ramadhan, aku keluar bersama Umar bin Al-Khattab menunju masjid. Ternyata kami dapati manusia berpencar-pencar disana sini. Ada yang shalat sendirian, ada juga yang shalat mengimami beberapa gelintir orang. Beliau berkomentar : “(Demi Allah), seandainya aku kumpulkan orang-orang itu untuk shalat bermakmum kepada satu imam, tentu lebih baik lagi”. Kemudian beliau melaksanakan tekadnya, beliau mengumpulkan mereka untuk shalat bermakmum kepada Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu ‘anhu. Abdurrahman melanjutkan : “Pada malam yang lain, aku kembali keluar bersama beliau, ternyata orang-orang sudah sedang shalat bermakmum kepada salah seorang qari mereka. Beliaupun berkomentar :

Download Video: Kajian Seputar Puasa 3 | Permasalahan Seputar Puasa (Ustadz Abu Abdillah Ahmad Zain, Lc)


Alhamdulillah berikut ini kami hadirkan rekaman lanjutan dari video kajian ilmiyyah (Kajian Sehari Seputar Puasa) yang diselenggarakan di Islamic Cultural Centre (ICC) Dammam, KSA. disampaikan oleh Ustadz Abu Abdillah Ahmad Zain, Lc pada hari Jum’at, 06 Agustus 2010 / 25 Sya’ban 1431. Pada kajian ketiga ini mengangkat tema ” Permasalahan Seputar Puasa “.
Materi kajian sebelumnya bisa dilihat dibawah

Pahala Melimpah di Balik Memberi Makan Berbuka

Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Bulan Ramadhan benar-benar kesempatan terbaik untuk beramal. Bulan Ramadhan adalah kesempatan menuai pahala melimpah. Banyak amalan yang bisa dilakukan ketika itu agar menuai ganjaran yang luar biasa. Dengan memberi sesuap nasi, secangkir teh, secuil kurma atau snack yang menggiurkan, itu pun bisa menjadi ladang pahala. Maka sudah sepantasnya kesempatan tersebut tidak terlewatkan.
Inilah janji pahala yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”[1]

Sebelas Amalan Ketika Berbuka Puasa


Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
http://forum.hwaml.com/imgcache2/hwaml.com_1312141803_228.jpg
Ketika berbuka puasa sebenarnya terdapat berbagai amalan yang membawa kebaikan dan keberkahan. Namun seringkali kita melalaikannya, lebih disibukkan dengan hal lainnya. Hal yang utama yang sering dilupakan adalah do’a. Secara lebih lengkapnya, mari kita lihat tulisan berikut seputar sunnah-sunnah ketika berbuka puasa:
Pertama: Menyegerakan berbuka puasa.
Yang dimaksud menyegerakan berbuka puasa, bukan berarti kita berbuka sebelum waktunya. Namun yang dimaksud adalah ketika matahari telah tenggelam atau ditandai dengan dikumandangkannya adzan Maghrib, maka segeralah berbuka. Dan tidak perlu sampai selesai adzan atau selesai shalat Maghrib. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098)

Mana Yang Lebih Utama, Sibuk Menjawab Adzan Atau Menyegerakan Berbuka (Puasa)?



Pertanyaan:
Ada yang mengatakan bahwa mendengarkan azan adalah wajib, akan tetapi apa hukumnya bagi orang yang berbuka puasa ketika mendengarkan azan maghrib? Apakah dimaafkan karena dia memulai makan buka puasa? Dan apa hukum yang sama ketika sahur sewaktu azan fajar?
Jawaban:
Alhamdulillah, Para ulama’ berbeda pendapat (tentang) hukum menjawab azan dan mengikutinya ucapan adzan. Yang benar –pendapat kebanyakan ulama- bahwa mengikuti azan adalah sunnah, tidak wajib. Ini adalah pendapat Malikiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah.
Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam kitab Majmu’, (3/127): “Madzhab kami adalah bahwa mengikuti (ucapan azan) adalah sunnah, bukan wajib. Ini adalah pendapat kebanyakan (jumhur) ulama (sebagaimana) diceritakan oleh Ath-Thahawi. (Pendapat ini) berbeda dengan (pendapat) sebagian ulama yang mewajibkannya.”
Dalam kitab Al-Mughni (1/256) diriwayatkan dari Imam Ahmad, beliau berkata: ”Kalau dia tidak mengucapkan seperti ucapan (muadzin) maka tidak mengapa.”
Yang menunjukkan hal tersebut adalah sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kepada Malik bin Al-Huwairits dan orang bersamanya: ”Jika datang (waktu) shalat, hendaklah salah satu di antara kamu (mengumandangkan) azan dan hendaklah orang yang lebih tua menjadi imam.”
Hal ini menunjukkan bahwa mengikuti (muadzin) tidak wajib. Kesimpulan dari dalilnya adalah waktu itu adalah saatnya untuk mengajarkan dan memberikan penjelasan yang perlu untuk dijelaskan. Sedangkan mereka adalah rombongan yang belum mengetahui terhadap apa yang dikatakan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tentang mengikuti (ucapan) azan. Maka, ketika Nabi shallallahu’alaihi wasallam tidak memerintahkan mereka, padahal (waktu itu) sangat dibutuhkan –dan mereka sebagai utusan yang tinggal selama dua puluh hari kemudian pulang- menunjukkan bahwa menjawab (azan) tidak wajib. Pendapat ini lebih dekat dan lebih kuat”. (Syahul-Mumti’, 2/75)
Malik meriwayatkan dalam kitab Al-Muwaththa (1/103) dari Ibnu Syihab dari Tsa’labah bin Abi Malik Al-Quradhi, sesungguhnya dia mengabarkan: “Bahwa mereka pada zaman Umar bin Al-Khatab baru mulai menunaikan shalat Jum’at jika Umar keluar. Kalau Umar sudah keluar dan naik mimbar dan muazain (mengumandangkan) azan. –Ketika itu sebagaimana dikatakan Tsa’labah- “Kami duduk dan saling berbincang”. Ketika muadzin telah selesai (mengumandangkan adzan) dan Umar berdiri memulai khutbah, baru kami diam dan tak ada seorang pun yang berbicara.”
Ibnu Syihab berkata: “Keluarnya Imam (menuju mimbar khutbah) memutus shalat dan perkataannya (ketika imam mulai khutbah) memutus pembicaraan”.
Syaikh Al-Albany rahimahullah berkata dalam kitab Tamamul Minnah (340): “Atsar ini (riwayat dari shahabat) merupakan dalil tidak wajibnya menjawab muadzin, karena berbincang sewaktu terdengar azan telah diamalkan pada zaman Umar dan beliau mendiamkannya. Saya sering ditanya tentang dalil yang mengalihkan perintah menjawah azan dari (hukum) wajib? Maka saya menjawab dengan (dalil) ini”
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka tidak berdosa bagi yang tidak menjawab muazin dan tidak mengikutinya. Baik disibukkan dengan makanan atau lainnya, akan tetapi dia kehilangan pahala yang agung di sisi Allah Ta’ala.
Telah diriwayatkan Muslim (385) dari Umar bin Al-Khatab radhiallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ : اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ . فَقَالَ أَحَدُكُمْ : اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ . ثُمَّ قَالَ : أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ . قَالَ : أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ . ثُمَّ قَالَ : أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ . قَالَ : أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ . ثُمَّ قَالَ : حَيَّ عَلَى الصَّلاةِ . قَالَ : لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ . ثُمَّ قَالَ : حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ . قَالَ : لا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ . ثُمَّ قَالَ : اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ . قَالَ : اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ . ثُمَّ قَالَ : لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ . قَالَ : لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Jika muadzin mengucapkan Allahu akbar allahu akbar (Allah Maha Besar Allah Maha Besar), maka hendaklah seseorang mengucapkan Allahu Akbar, Allahu akbar, kemudian jika dia (muadzin) mengucapkan Asyhadu allaa ilaaha illallah (aku bersaksi tiada tuhan yang hak untuk diibadahi melainkan Allah) maka mengucapkan Asyhadu allaa ilaaha illallah, kemudian jika dia (muadzin) mengcapkan Asyhadu annaa Muhammadarrasuulullah (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), maka dia mengucapkan Asyhadu annaa Muhammadarrasuulullahِ. Kemudian, jika dia (muadzin) mengucapkan hayyaa ‘alashshalaah (Mari menunaikan shalat), hendaklah dia mengucapkan Laa haula walaa quwwataa illaa billaah (Tiada daya dan kekuatan melainkan dari Allah). Kemudian jika (muadzin) mengucapkan hayaa ‘alal falaah (Mari meraih kemenangan), maka hendaknya dia mengucapkan Laa haula walaa quwwataa illaa billaah. Kemudian jika (muadzin) mengucapkan Allahu Akbar, Allahu akbar, (maka dia mengikuti dengan) mengucapkan Allahu Akbar, Allahu akbar . Kemudian (jika muadzin) mengucapkan Laa ilaaha illallah (Tiada tuhan yang hak untuk diibadahi melainkan Allah). (Maka dia mengikuti dengan) mengucapkan Laa ilaaha illallah. (Jika semua itu diucapkan ikhlas) dari hatinya, maka (dia akan) masuk surga.”
Tidak ada kontradiksi antara menyegerakan berbuka puasa dengan mengikuti (ucapan) muadzin. Orang yang berpuasa dapat bersegera berbuka langsung saat matahari telah tebenam, sementara pada waktu yang sama (dia dapat juga menjawab ucapan muazin. Maka dia dapat menggabungkan antara dua keutamaan. Keutamaan menyegerakan berbuka dan keutamaan menjawab (ucapan) muadzin. Orang-orang dahulu dan sekarang terbiasa berbicara ketika sedang makan. Mereka tidak menganggap makanan sebagai penghalang untuk berbicara. Perlu diperhatikan juga bahwa berbuka boleh dengan apa saja yang dapat dimakan orang yang berpuasa meskipun hanya sedikit saja seperti kurma atau seteguk air. Maksudnya bukan berarti dia harus makan sampai kenyang. Pembahasan ini juga berlaku ketika azan fajar (pertama sebelum masuk waktu fajar) sementara dia sedang makan sahur. Maka mungkin digabungkan (antara makan dan menjawab ucapan muadzin) tanpa ada kesulitan yang berarti. Akan tetapi, apabila muazin (telah mengumandangkan) azan Fajar setelah masuk waktu (Fajar), maka seseorang tidak boleh lagi makan dan minum apabila telah mendengarkan azannya.
Wallahu’alam.
Sumber:  www.islamqa.com

Jumat, 05 Agustus 2011

Doa Berbuka Puasa Yang Shahih

Quantcast

Ketika berbuka puasa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan kita untuk berdoa dengan lafadz:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Semoga hilang rasa dahaga, dan basah kembali urat-urat dan Insya Allah mendapat pahala (disisi-Nya).” (HR Abu Daud No 2357 dengan sanad hasan)
Inilah lafadz yang shahih dari Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasalam tentang doa ketika berbuka puasa. Adapun lafadz doa buka puasa yang bunyinya:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. “
Lafadz doa ini terdapat dalam sunan Abu Daud No 2358. Namun sanadnya lemah, karena disamping hadits ini mursal juga didalamnya terdapat perawi yang majhul (tidak dikenal) yaitu perawi yang bernama Muadz bin Zahrah. (Lihat Irwa’ul Ghalil, Syeikh Albani, 4/38 dan Dhaif Sunan Abi Daud No 510)
Demikian pula lafadz doa berbuka puasa yang bunyinya:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْناَ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

“Ya Allah, untuk-Mu kami berpuasa dan dengan rizki-Mu kami berbuka. Ya Allah, terimalah (amal-amal) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
Lafadz doa ini terdapat dalam sunan Daru Quthni 240, Ibnu Sunni dalam kitab Amalul Yaumi Wal Lailah no 474 dan Thabrani. Namun sanad hadits ini dhaif jiddan (lemah sekali) karena di dalamnya terdapat perawi yang bernama Abdul Malik bin Harun. Oleh As-Sa’di ia dijuluki dajjal (pendusta) dan haditsnya tidak dipakai. (Lihat Irwa’ul Ghalil, Syeikh Albani, 4/36)
Oleh karenanya, doa berbuka puasa yang dituntunkan untuk kita baca adalah doa yang pertama yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Sedangkan riwayat kedua dan ketiga karena haditsnya lemah maka tidak perlu kita amalkan.
Dan doa berbuka puasa ini sifatnya umum, dapat dibaca ketika melakukan berbuka puasa yang wajib seperti puasa Ramadhan dan puasa nadzar ataupun ketika berbuka dari puasa sunnah seperti puasa senin kamis, puasa Daud dan lain-lain, mengingat keumuman hadits tersebut dan tidak adanya dalil yang mengecualikan dalam hal ini, juga karena tidak adanya riwayat yang menjelaskan adanya doa berbuka puasa yang khusus untuk puasa sunnah.
Wallahu Ta’ala a’lam bish showab.

Info Kajian: Kajian Ramadhan Masjid Astra (Jakarta Utara, 06-21 Agustus 2011)

Hadirilah…!!!
Kajian Ilmiyyah Bulan Ramadhan (Terbuka Untuk Umum)
Diselenggarakan di Masjid Astra Jl.Gaya Motor Raya no.3 Sunter II, Jakarta Utara. Waktu: 09:00 s/d 11:00 WIB.
Hari: Sabtu, 06 Agustus 2011
Tema: Keutamaan I’tikaf dan Malam Lailatul Qadar
Pemateri: Ustadz Firanda Andirja, MA
Hari: Ahad, 14 Agustus 201​1
Tema: Tazkiyatun Nufus
Pemateri: Ustadz Jazuli, Lc
Hari: Ahad, 21 Agustus 201​1
Tema: Penyebab Rusaknya Amal
Pemateri: Ustadz Muhammad Nuzul Dzikry, Lc
Informasi: 0812.9040.267 – 0812.1055.530 – 0813.8680.9936
Acara ini terselenggara atas izin Allah, kemudian hasil kerja bareng:
  • DKM Masjid Al-Muhajirin ADM-HO
  • DKM Masjid Al-Furqon Toyota-HO

Rabu, 27 Juli 2011

AKU MENCINTAINYA

KUAKUI BAHWA AKU MENCINTAINYA …
Ya, aku memang mencintainya. Aku mencintainya mengalahkan cinta seseorang kepada kekasihnya. Bahkan manakah cinta orang-orang yang jatuh cinta dibanding cintaku ini?!
Ya, aku mencintainya. Bahkan demi Allah, aku merindukannya. Aku merasakan sentuhannya yang lembut, menyentuh relung hatiku. Aku tidak mendengarnya melainkan rinduku seakan terbang ke langit, lalu hatiku menari-nari dan jiwaku menjadi tentram.
Aku mecintaimu duhai perkataan yang baik
Aku mencintaimu duhai perkataan yang lembut
Aku mencintaimu duhai perkataan yang santun.
Alangkah indahnya ketika seorang anak mencium tangan ibunya seraya berkata, “Semoga Allah menjagamu ibu”.
Alangkah eloknya ketika seorang ayah senantiasa mendo’akan anaknya, “Ya Allah ridhoilah mereka, dan bahagiakan mereka di dunia dan akhirat”.
Alangkah bagusnya ketika seorang istri menyambut kedatangan suaminya dengan senyuman seraya berkata, “Semoga Allah tidak menjauhkan kami darimu, rumah ini serasa gelap tanpa dirimu”.
Alangkah baiknya ketika istri melepaskan kepergian suami bekerja di pagi hari, ia berkata, “Jangan beri kami makan dari yang haram, kami tidak sanggup memakannya”.
Kalimat dan ungkapan yang indah, bukankah begitu? Bukankah kita berharap kalimat dan ungkapan seperti ini dikatakan kepada kita? Bukankah setiap kita berangan-angan mengatakan kalimat-kalimat seperti ini kepada orang-orang yang dicintainya? Akan tetapi kenapa kita tidak atau jarang mendengarnya?
Penyebabnyanya adalah kebiasaan. Barangsiapa yang membiasakan lisannya mengucapkan kata-kata yang lembut berat baginya untuk meninggalkannya, begitu pula sebaliknya.
Orang yang terbiasa memanggil istrinya dengan kata “kekasihku” sulit baginya memanggil istrinya seperti sebagian orang memanggil istrinya, ‘Hei ..hai ..”. atau “Kau ..” dan lain sebagainya.
Barangsiapa yang terbiasa memulai ucapannya kepada anaknya, “Ananda, Anakku, Putriku” tidak seperti sebagian lain yang mengatakan, “Bongak .. jahat ..setan!” maka ia berat mengucapkan selain itu.
Kenapa kita tidak bisa mengucapkan satu ungkapan cinta saja kepada anak-anak kita, ibu kita, dan keluarga kita? Jika adapun kalimat tersebut keluar dengan malu-malu.
Kenapa lisanmu terkunci di dekat istrimu atau dihadapan ayah dan ibumu, sedangkan dihadapan temanmu, kata-katamu begitu mesra?!
Biasakanlah – misalnya- mengucapkan kepada ibumu, “Ibu, do’akan kami. Apakah ibu ingin titip sesuatu agar ananda beli sebelum ananda berangkat?”
Biasakanlah mengucapkan kepada anakmu kata-kata (sayangku, anakku) dan apabila ia mengambilkan sesuatu untukmu seperti segelas air katakana kepadanya Jazakallah atau ungkapan terima kasih.
Jika putra atau putrimu meminta sesuatu darimu dan engkau sanggup memberikannya serta itu baik untuknya katakanlah kepada mereka dengan tulus, “Dengan sepenuh hati, ayah akan bawakan untukmu”.
Cobalah kata-kata dan kalimat yang lembut dan senyuman yang manis, lalu lihatlah hasilnya!
Lihatlah bagaimana Nabi kita shollallahu ‘alaihi wa sallama berbicara kepada anak istrinya.
Perhatikanlah kelembutan hatinya, serta keindahan tutur katanya.
Beliaulah sebaik-baik suri teladan.

MASALAH-MASALAH KHITBAH DAN MAHAR

1.       CARA MEMILIH ISTRI
Telah shohih dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama bahwasanya beliau menganjurkan menikahi wanita yang memiliki agama, memiliki sifat kasih-sayang dan subur. Ini menunjukkan pentingnya memperhatikan masalah memilih istri yang sholeh, disebabkan maslahat-maslahat kehidupan rumah tangga yang dipetik dari itu, serta pengaruhnya yang besar terhadap kesholehan dan keistiqomahan anak keturunan kelak.
Allah Ta’ala berfirman (artinya), “sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisa’ : 34)[1]
2.       TANGGUNG JAWAB WALI AMRI PEMUDI (GADIS) TERHADAP LAKI-LAKI YANG MAJU UNTUK MEMINANG PUTRINYA
Wali amri seorang pemudi wajib memilihkan untuk putrinya seorang laki-laki yang sepadan dan sholeh, dari orang-orang yang ia ridhoi agama dan amanahnya, berdasarkan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama,
إذا أتاكم من ترضون خلقه و دينه فزوجوه إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض و فساد عريض
“Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia, jika tidak kalian lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang luas”.[2]
Maka wali pemudi wajib bertakwa kepada Allah dalam masalah itu, dan menjaga maslahat putrinya bukan maslahat dia, sesungguhnya ia dibebani amanah dan kelak diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang Allah amanahkan kepadanya. Dan janganlah ia membebani peminang apa yang tidak dia sanggupi, seperti meminta mahar melebihi kebiasaan yang berlaku.[3]
3.       LANDASAN SEORANG PEMUDI DALAM MEMILIH SUAMINYA
Sifat-sifat yang paling penting yang karenanyalah seharusnya seorang pemudi memilih laki-laki yang datang meminangnya yaitu akhlak dan agama. Adapun harta dan nasab adalah masalah kedua, akan tetapi yang paling penting adalah hendaknya yang datang meminang adalah seorang yang memiliki agama dan akhlak. Karena seorang pria yang memiliki agama dan akhlak, wanita tidak akan kehilangan apa-apa darinya. Jika ia menahannya ia menahannya dengan baik, jika ia melepaskannya ia melepaskannya dengan baik pula. Kemudian laki-laki yang memiliki agama dan akhlak diberkahi Allah begitu juga anak keturunannya. Istrinya bisa belajar darinya akhlak dan agama. Adapun jika tidak memiliki agama dan akhlak, seorang wanita hendaknya menjauh darinya, khususnya sebagian orang-orang yang melalaikan sholat atau orang-orang yang dikenal suka meminum khomar, wal ‘iyadz billah.
Adapun orang-orang yang tidak sholat sama sekali, maka mereka adalah kafir. Wanita mukminah tidak halal bagi mereka sebagaimana mereka juga tidak halal bagi wanita mukminah. yang penting, seorang wanita menitik-beratkan pada akhlak dan agama. Adapun nasab jika di dapat yang memiliki nasab bagus tentu lebih utama. Karena Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama bersabda, “Apabila datang kepada kalian seorang yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya maka nikahkanlah ia”[4].[5] bersambung)

[1] Al Lajnah Ad Daimah : 18447. [2] Hadits Hasan dikeluarkan oleh At Tirmidzi (1085) dari hadits Abu Hatim Al Muzani rodhiyallahu ‘anhu, dihasankan oleh Al Albany di Shohih Sunan At Tirmidzi.
[3] Al Lajnah Ad Daimah : 20062.
[4] Lihat takhrij no 2.
[5] Ibnu Utsaimin, Fatawa Al Mar-atul Muslimah.

Ketika Syaikh al-Albani -rahimahullah- Menangis…

Tidak seperti persangkaan banyak orang, ternyata hati Syaikh al-Albani rahimahullah sangat lembut, dan air matanya sering bercucuran. Tidak diceritakan sesuatu yang membuat beliau menangis, melainkan tangisannya membuat beliau berderai air mata. Diantaranya:
1. Seorang wanita Jaza-iriyyah bercerita bahwa ia pernah melihat Syaikh al-Albani bertanya tentang jalan yang biasa di lewati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ditunjukkanlah jalan tersebut kepada beliau. Lalu beliau pun berjalan di atas jalan itu, tidak menyalahinya. Beliau berderai air mata. Wanita tersebut tidak dapat mengungkapkannya dengan kata-kata. Dengarkanlah di sini:
http://www.alalbany.net/audio/alalbany011.zip (not valid, mungkin linknya sdh di ganti - admin)
2. Di akhir perjumpaan saya dengan beliau rahimahullah, saya bercerita tentang mimpi yang dialami sebagian saudara kami. Dalam mimpi tersebut saudara kami melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jika saya mendapat kesulitan mengenai sesuatu dalam hadits, kepada siapakah saya harus bertanya?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bertanyalah kepada Muhammad Nashiruddin al-Albani.” Belum selesai saya bercerita, beliau telah menangis sejadi-jadinya. Beliau merulang-ulang memanjatkan do’a:
“Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka kira. Dan ampunilah aku atas apa yang tidak mereka ketahui.”
3. Sebagian saudara kami bercerita kepada Syaikh tentang ayahnya yang mencaci Rabb ‘Azza wa Jalla dan mencaci agama (islam) -kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut-. Maka Syaikh pun menangis, mendengar kekurang ajaran sebagian orang yang bersikpa buruk terhadap agama dan mengingat besarnya urusan ini pada hak Allah Ta’ala. Dan Syaikh al-Albani rahimahullah menghukumi bahwa ayah saudara kami ini telah murtad (keluar dari agama Islam) dan ia telah kafir.
4. Dan beliau rahimahullah menangis ketika sebagian saudara kami menyanjung beliau. Hal ini karena beliau mengakui kelalaian  diri beliau. Juga sebagia rasa tawadhu’ beliau di hadapan Rabb-nya Ta’ala. Dengarkan di sini:
http://www.alalbany.net/audio/alalbany012.zip (not valid, mungkin linknya sdh di ganti - admin)
Sumber: Disalin ulang dari buku “Mengapa Anda Sulit Menangis”, Abul Faraj al-Misri & Abu Thariq Ihsan b.Muhammad b.’Ayisy al-‘Utaibi, Pustaka Ibnu Umar, Hal.101-102. Judul asli: Al-bukaa-u min khasyyatillah, asbaabuhuu, wa mawaani’uhuu, wa thuruqu tahshilihii.

Terkadang Keshalihan Itu Tertular Dari Teman…

Dari Al-Mukhawwal diriwayatkan bahwa ia menceritakan ,
 “Buhaim Al-Ajali pernah datang kepada saya suatu hari dan berkata: ‘Apakah engkau mengenal seseorang yang engkau sukai dari tetangga atau sanak saudaramu, yang berkeinginan melaksanakan haji untuk dapat menemaniku?’
Aku (perawi) Menjawab: ‘Ada’
 Aku segera menemui seorang lelaki yang shalih dan baik akhlaknya, lalu keduanya aku pertemukan. Mereka pun bersepakat untuk pergi bersama. Kemudian Buhaim pulang menemui istrinya.
 Beberapa saat kemudian (sebelum pergi), si lelaki (yang akan menemani Buhaim) menemuiku dan berkata: ‘Hai kamu, aku senang kalau kamu menjauhkan sahabatmu itu dariku, agar mencari teman seperjalanan yang lain saja.’
Aku bertanya: ‘Kenapa rupanya? Sungguh aku tidak melihat orang yang setara dengannya dalam kebagusan akhlak dan perangai. Aku pernah berlayar bersamanya, dan yang kulihat darinya hanyalah kebaikan.’
Lelaki itu menjawab: ‘Celaka kamu, setahuku ia orang yang banyak menangis, hampir tak pernah berhenti. Hal itu akan menyusahkan kami sepanjang perjalanan.’
Aku menanggapi: ‘Engkaulah yang celaka, terkadang tangisan itu datang tidak lain hanyalah dari mengingat Alloh. Yakni, hati seseorang itu melembut, sehingga ia menangis.’
Lelaki itu menimpali: ‘Memang benar. Tetapi kudengar, terkadang ia menangis kelewatan sekali.’
Aku berkata: ‘Temanilah dirinya.’
Ia berkata: ‘Aku akan meminta pertimbangan dari Allah.’
Tepat pada hari keberangkatan mereka berdua, mereka menyiapkan unta dan memberinya pelana. Tiba-tiba Buhaim duduk di bawah pohon sambil meletakkan tangannya di bawah janggutnya dan air mata pun berlinang di kedua belah pipinya, lalu turun ke janggutnya, dan akhirnya menetes ke dadanya, sampai-sampai demi Allah kulihat air matanya membasahi tanah.
 Lelaki itu berkata: ‘Lihat, belum apa-apa sahabatmu itu sudah mulai (menangis), orang seperti itu aku tidak bisa menyertainya.’
‘Temani saja dirinya.’, pintaku.’Bisa jadi dia teringat keluarganya dan kala ia berpisah dengan mereka, sehingga ia bersedih.’
Namun ternyata Buhaim mendengar pembicaraan kami dan menanggapi: ‘Bukan begitu persoalannya. Aku semata-mata hanya teringat dengan perjalanan ke akhirat .’
Maka suara beliau pun melengking dengan tangisan.
Lelaki itu berkomentar: ‘Demi Allah, janganlah ini menjadi awal permusuhan dan kebencian dirimu terhadapku, tak ada hubungan antara aku dengan Buhaim. Hanya saja, ada baiknya engkau mempertemukan antara Buhaim dengan Dawud Ath-Tha’i dan Sallam Abu Al-Ahwash agar mereka saling membuat yang lainnya menangis hingga mereka puas, atau meninggal dunia bersama-sama.’
Aku terus saja membujuknya sambil berkata (pada diriku), ‘Ah, mudah-mudahan ini menjadi perjalananmu yang terbaik.’
Perawi menyebutkan, Lelaki itu adalah seorang yang gemar melakukan perjalanan panjang untuk berhaji, dan seorang lelaki yang shalih, namun di samping itu ia juga pedagang kaya raya yang rajin bekerja, bukan orang yang mudah bersedih dan menangis.
Perawi menyebutkan, lelaki itu menceritakan,”sekali inilah hal itu terjadi pada diriku, dan mudah-mudahan bermanfaat.”
Perawi menyebutkan, Buhaim tidak mengetahui sedikit pun tentang hal itu. Kalau ia mengetahui sedikit saja, niscaya ia tak pergi bersama lelaki itu.
Maka mereka pun berangkat berdua hingga melaksanakan haji dan pulang kembali. Masing-masing dari keduanya sampai tidak menyadari bahwa mereka memiliki saudara lain selain sahabat yang menemani mereka. Setelah tiba, aku menyalami lelaki tetanggaku itu.
Ia pun berkata: ‘Semoga Allah memberimu pahala kebajikan atas saranmu kepadaku. Tak kusangka, bahwa diantara manusia sekarang ini ada juga yang seperti Abu Bakar. Demi Allah, ia membiayai kebutuhan kami, sementara ia orang miskin, aku justru orang kaya. Beliau sudi melayani diriku, padahal beliau sudah tua dan lemah sedangkan aku masih muda dan kuat. Beliau juga memasak untukku, padahal beliau berpuasa sementara aku tidak.’
Aku(perawi) bertanya: ‘Bagaimana soal tangisan panjangnya yang tidak engkau sukai?’
Lelaki itu menjawab: ‘Akhirnya aku terbiasa dengan tangisan itu. Demi Allah, hatiku merasa senang, sampai-sampai aku turut menangis bersamanya, sehingga orang-orang yang bersama kami merasa terganggu. Namun kemudian demi Allah, mereka pun akhirnya terbiasa. Mereka juga turut menangis, bila kami berdua menangis. Sebagian mereka bertanya kepada yang lain,’kenapa orang itu (Buhaim) lebih mudah menangis daripada kita, padahal jalan hidup kita dan dia sama?’ Mereka pun akhirnya menangis, sebagaimana kami juga menangis.’
Perawi melanjutkan, ‘Kemudian aku keluar dari rumah lelaki itu untuk menemui Buhaim.
Aku bertanya kepadanya setelah terlebih dahulu memberi salam: ‘bagaimana tentang teman berpergianmu?’
Beliau menjawab: ‘Sungguh teman yang terbaik. Ia banyak berdzikir, banyak membaca dan mempelajari Al-Quran, mudah menangis dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. Semoga Allah memberimu pahala kebajikan atas saranmu’.”
(Shifat Ash-Shafwah,3/179-182.)
Sumber: Disalin ulang oleh al Akh Abu Abdillah Huda dari buku “Meneladani Akhlak Generasi Terbaik”, Abdul Aziz bin Nashir al-Julayyil & Baha’uddin bin Fatih Uqail, Penerbit Darul Haq.

Download Audio: ‘Aqidah Ahlussunnah Tentang Isra’ Mi’raj (Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas) (Penting!!!)

Quantcast
Alhamdulillah, berikut kami hadirkan rekaman kajian interaktif pembahasan Kitab Syarah ‘Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah bersama Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas yang disiarkan live Radio Rodja 756 AM pada hari Sabtu, 02 Januari 2010.
Dengan pembahasan kitab masuk pada point ke 25 hal.272 tentang ” Isra’ Mi’raj “.
Ahlusunnah mengimani bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah di Isra’-kan oleh Allah dari Makkah ke Baitul Maqdis lalu di Mi’raj-kan (naik) ke langit dengan ruh dan jasadnya dalam keadaan sadar sampai ke langit ke tujuh, ke Sidratul Muntaha. Kemudian beliau shallallahu’alaihi wa sallam Memasuki Surga, melihat Neraka, melihat para Malaikat, mendengar pembicaraan Allah, bertemu dengan para Nabi, dan beliau shallallahu’alaihi wa sallam mendapat perintah shalat lima waktu sehari semalam, dan beliau shallallahu’alaihi wa sallam kembali ke Makkah pada malam itu juga. (Syarah ‘Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, hal 272)
Semoga apa yang beliau sampaikan bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin.
Silahka simak kajiannya dengan mendownloadnya pada link berikut:

Atau download dalam format mp3.zip Disini
~ Asy-Syafi’iyyah Singapore untuk Moslemsunnah.Wordpress.com ~